Manusia Dan Lingkungan Hidup

Manusia Dan Lingkungan Hidup : Alam yang indah dan lestari adalah suatu dambaan umat manusia. Alam yang indah dan lestari merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup manusia dan segala lapisan kehidupan yang ada di dalamnya. Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa alam sudah banyak mengalami kerusakan, bahkan sudah berada di ambang kepunahannya, oleh ulah manusia sendiri. Penyebabnya berawal dari pandangan yang kurang bahkan tidak tepat terhadap alam, yang memandang alam sebagai sumber kekayaan, yang selalu siap di eksploitasi kapan dan di mana saja, dan oleh siapa saja, untuk mengambil hal-hal yang diperlukan dan membiarkan begitu saja hal-hal yang tidak diperlukan. Untuk menjamin kelangsungan hidup kita dan kelangsungan hidup generasi yang akan datang, dalam suasana baik dan menyenangkan dan untuk menjamin kelangsungan berbagai lapisan kehidupan yang ada di alam, maka mau tak mau kita harus merubah dalam memandang dan memperlakukan alam. Perubahan sikap ini bukan hanya karena alam begitu penting bagi manusia, melainkan karena alam dengan berbagai lapisan kehidupan yang ada di dalamnya, memiliki nilai dalam dirinya sendiri, yang harus dihormati dan dilindungi. Dengan pandangan dan perlakuan yang semakin baik dan tepat terhadap alam, maka lingkungan semakin baik dan tepat terhadap alam, maka lingkungan dan pembangunan, dua hal penting dan sangat mendasar bagi kehidupan manusia, dapat dikembangkan secara bersamaan, dalam hubungan saling mendukung.

Manusia dan lingkungan hidup (alam) memiliki hubungan sangat erat. Keduanya saling memberi dan menerima pengaruh besar satu sama lain. Pengaruh alam terhadap manusiamanusia lebih bersifat pasif, sedangkan pengaruh manusia terhadap alam lebih bersifat aktif. Manusia memiliki kemampuan eksploitatif terhadap alam sehingga mampu mengubahnya sesuai yang dikehendakinya. Dan walaupun alam tidak memilikim keinginan dan kemampuan aktif-eksploitatif terhadap manusia, namun pelan tapi pasti, apa yang terjadi pada alam, langsung atau tidak langsung, akan terasa pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Lingkungan yang indah dan lestari akan membawa pengaruh positif bagi kesehatan dan bahkan keselamatan manusia; sebaliknya, lingkungan yang buruk bagi kehidupan manusia. Tindakan eksploitatif manipulatif terhadap alam akan mengakibatkan kerusakan langsung terhadap alam, dan secara tidak langsung hal itu akan berdampak negatif bagi kehidupan manusia khususnya, dan kehidupan berbagai mahluk lain pada umumnya. Sebaliknya, apabila manusia menunjukkan kasih sayang yang besar terhadap alam, dengan memelihara dan melestarikannya, maka alam akan menjamin kelangsungan hidup manusia dalam suasana nyaman dan menyenangkan.

Lingkungan hidup 
Lingkungan hidup dapat didefinisikan dapat didefinisikan sebagai: 
  • Daerah di mana sesuatu mahluk hidup berada. 
  • Keadaan/kondisi yang melingkupi suatu mahluk hidup. 
  • Keseluruhan keadaan yang meliputi suatu mahluk hidup atau sekumpulan mahluk hidup, terutama: 
1. Kombinasi dari berbagai kondisi fisik di luar mahluk hidup yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan mahluk hidup untuk bertahan hidup. 
2. Gabungan dari kondisi sosial and budaya yang berpengaruh pada keadaan suatu individu mahluk hidup atau suatu perkumpulan/komunitas mahluk hidup. 

Istilah lingkungan dan lingkungan hidup atau lingkungan hidup manusia seringkali digunakan silih berganti dalam pengertian yang sama.

Apabila lingkungan hidup itu dikaitkan dengan hukum/aturan pengelolaannya, maka batasan wilayah wewenang pengelolaan dalam lingkungan tersebut harus jelas

Definisi Lingkungan Hidup Indonesia
Lingkungan hidup bagi bangsa Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.

Secara hukum maka wawasan dalam menyelenggarakan penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah Wawasan Nusantara.

Persetujuan Internasional Tentang Lingkungan Hidup Indonesia termasuk dalam perjanjian: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94, Dataran basah, Perubahan Iklim - Protokol Kyoto (UU 17/2004), Perlindungan Kehidupan Laut (1958) dengan UU 19/19 Masalah Lingkungan Hidup di Indonesia.Bahaya alam: banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi, kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor.

Teori Etika Lingkungan Hidup 
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangannya terhadap sesuatu itu, Kalau sesuatu hal dipandang sebagai berguna dan penting, maka sikap dan perilaku terhadap sesuatu itu lebih banyak bersifat menghargai. Sebaliknya jika sesuatu hal dipandang dan dipahami sebagai sesuatu yangn tidak berguna dan tidak penting, maka sikap dan perilaku yang muncul lebih banyak bersifat mengabaikan, bahkan merusak.. Manusia memiliki pandangan tertentu pada alam, dimana pendangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Dari beberapa pandangan etika yang telah berkembang tentang alam disini akan dibahas tiga teori utama, yang dikenal dengan Shallow environmental Ethics, Intermediate Environmental ethics, dan Deep Environmental ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Ketiganya akan dicoba diterangkan satu persatu, sambil meninjaunya secara kritis.

1. Antroposentrisme 
Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan kepentingannya. Jadi, pusat pemikirannya adalah manusia. Kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi kepada kepentingan manusia. Pandangan moral lingkungan yang antroposentrisme disebut juga sebagai human centered ethic, karena mengandaikan kedudukan dan peran morl lingkungan hidup yang terpusat pada manusia. Maka tidak heran kalau fokus perhatian dalam pandangan ini terletak pada peningkatan kesejahteraan dan kebahagian manusia di dalam alam semesta. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan demikian alam dilihat sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia. 

Tinjauan kritis atas teori antroposentrisme
Antroposentrisme didasarkan pada pandangan filsafat yang mengklaim bahwa hal yang bernuansa moral hanya berlaku pada manusia. Manusia di agungkan sebagai yang mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting dalam kehidupan ini, jauh melebihi semua mahluk lain. Ajaran yang telah menempatkan manusia sebagai pusat suatu sistem alam semesta ini telah membuat arogan terhadap alam, dengan menjadikan sebagai objek untuk dieksploitasi.

Antroposentrisme sangat bersifat instrumentalis, dimana pola hubungan manusia dengan alam hanya terbatas pada relasi instrumental semata. Alam dilihat sebagai alat pemenuhan dan kepentingan manusia. Teori ini dianggap sebgai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit ( shallow environmental ethics ).

Antroposentrisme sangat bersifat teologis karena pertimbangan yang diambil untuk peduli terhadap alam didasarkan pada akibat dari tindakan itu bagi kepentingan manusia. Konservasi alam misalnya, hanya dianggap penting sejauh hal itu mempunyai dampak menguntungkan bagi kepentinmgan manusia.

Teori antroposentrisme telah dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang menyebabkan manusia berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi kepentingannya. Kepedulian lingkungan hanya muncul sejauh terkait dengan kepentingan manusia, dan itupun lebih banyak berkaitan dengan kepentingan jangka pendek saja. 

Walaupun kritik banyak dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun sebenarnya argumen yang ada didalamnya cukupm sebagai landasan kuat bagi pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidupn yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam lingkungannya. Kekurangan pada teori ini terletak pada pendasaran darin tindakan memberi perhatian pada alam, yang tidak didasarkan pada kesadaran dan pengakuan akan adanya nilai ontologis yang dimiliki oleh alam itu sendiri, melainkan hanya kepentingan manusia semata. 

3. Biosentrisme
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi

Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian biosentrisme menolak antroposentrisme yang menyatakan bahwa manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa mahluk hidup bukan hanya manusia saja. Ada banyak hal dan jenis mahluk hidup yang memiliki kehidupan. Hanya saja, hal yang rumit dari biosentrisme, atau yang disebut juga life-centered ethic, terletak pada cara manusia menanggapi pertanyaan: ”Apakah hidup itu?”. Pandangan biosentrisme mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada manusia atau pada mahluk hidupnya. Karena yang menjadi pusat perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan, maka secara moral berlaku prisip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu, kehidupan setiap mahluk hidup pantas diperhitungkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi bagi kepentingan manusia.

Tinjauan kritis atas teori biosentrisme: 
  • Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari pertimbangan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang bernilai, baik kehidupan manusia maupun spesies lain dimuka bumi ini. Prinsip atau perintah moral yang berlaku disini dapat dituliskan sebagai berikut: ” adalah hal yang baik secara moral bahwa kita mempertahankan dan memacu kehidupan, sebaliknya, buruk kalau kita menghancurkan kehidupan”. 
  • Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung didalamnya. Kewajiban terhadap alam tidak harus dikaitkan dengan kewajiban terhadap sesama manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam semata-mata didasarkan pada pertimbangan moral bahwa segala spesies di alam semesta mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka mempunyai kehidupan sendiri, yang harus dihargai dan dilindungi. 
  • Biosentrisme memandang manusia sebagai mahluk biologis yang sama dengan mahluk biologis yang lain. Manusia dilihat sebagai salah satu bagian saja dari keseluruhan kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukan merupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan mahluk hidup lainnya. Salah satu tokoh yang menghindari penyamaan begitu saja antara manusia dengan mahluk hidup lainnya adalah Leopold. Menurut dirinya, manusia tidak memiliki kedudukan yang sama begitu saja dengan mahluk hidup lainnya. Kelangsungan hidup manusia mendapat tempat yang penting dalam pertimbangan moral yang serius. Ahanya saja, dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya, manusia tidak harus melakukannya dengan cara mengorbankan kelangsungan dan kelestarian komunitas ekologis. Manusia dapat menggunakan alam untuk kepentingannya, namun dia tetap terikat tanggung jawab untuk tidak mengorbankan integrity, stability dan beauty dari mahluk hidup lainnya. unjtuk mengatasi berbagai kritikan atas klaim pertanyaan antara manusia dengan mahluk biologis lainnya, salah seorang tokoh biosentrisme, Taylor, membuat pembedaan antara pelaku moral (moral agents) dan subyek moral (moral subjects). Pelaku moral adalah manusia karena dia memiliki kemampuan untuk bertindak secara moral, berupa kemampuan akal budi dan kebebasan. Maka hanya manusialah yang memikul kewajiban dan tanggung jawab moral atas pilihan-pilihan, dan tindakannya. Sebaliknya, subyk moral adalah mahluk yang bisa diperlakukan secara baik atau buruk, dan itu berarti menyangkut semua mahluk hidup, termasuk manusia. Dengan demikian semua pelaku moral adalah juga subyek moral, namun tidak semua subyek moral adalah pelaku moral, di mana pelaku moral memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap mereka. 
  • Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental ethic, harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kehidupan manusia dan mahluk-mahluk hidup yang lain di bumi ini. Teori ini memberi bobot dan pertimbangan moral yang sama kepada semua mahluk hidup. Disini dituntut bahwa alam dan segala kehidupan yang terkandung didalamnya haruslah masuk dalam pertimbangan dan kepedulian moral. Manusia tidak mengorbankan kehidupan lainnya begitu saja atas dasar pemahaman bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri. 
4. Ekosentrisme 
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem. 

Ekosentrisme dapat dikatakan sebagai lanjutan dari teori etika lingkungann biosentrisme. Kalau biosentrisme hanya memusatkan perhatian pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan perhatian pada seluruh komunitas biologis, baik yang hidup maupun tidak. Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik mahluk hidup maupun benda-benda antibiotik lainnya saling terkait satu sama lainnya. Jadi ekosentrisme, selain sejalan dengan biosentrisme-di mana keduanya sama-sama menentang pandangan antroposentrisme- juga mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Jadi ekosentrisme, menuntut tanggungjawab moral yang sama untuk semua realitas biologis.

Tinjauan kritis atas teori ekosentrisme:
  • Ekosentrisme, yang disebut juga deep environmental ethics, semakin dipulerkan denganversi lain setelah diperkenalkan oleh Arne Naes, seorang filsuf Norwegia dengan menyebutnya sebagai Deep Ecology ini adalah suatu paradigma baru tentang alam dan seluruh isinya. Perhatian bukan hanya berpusat pada manusia melainkan pada mahluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral. Deep Ecology memusatkan perhatian kepada semua kehidupan di bumi ini, bukan hanya kepentingan seluruh komunitas ekologi.
  • Arne Naes bahkan juga menggunakan istilah ecosophy untuk memberikan pendasaran filosofi atas deep ecology. “Eco” berarti rumah tangga dan “sophy” berarti kearifan atau kebijaksanaan. Maka ecosophy berarti kearifan dalam mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas. Dalam pandangan ecosophy terlihat adanya suatu pergeseran dari sekedar sebuah ilmu (science) menjadi sebuah kearifan (wisdom). Dalam arti ini, lingkungan hidup tidak hanya sekedar sebuah ilmu melainkan sebuah kearifan, sebuah cara hidup, sebuah pola hidup selaras dengan alam. Ini adalah cara untuk menjaga dan memelihara lingjkungannya secara arid, layaknya sebuah rumah tangga.
  • Deep ecology menganut prisip biospheric egalitarianism, yaitu pengakuan bahwa semua organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Ini menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua mahluk (baik hayati maupun nonhayati) adalah sebuah hak univerval yang tidak bisa diabaikan.
  • Sikap deep ecology terhadap lingkungan sangat jelas, tidak hanya memusatkan perhatian pada dampak pencemaran bagi kesehatan manusia, teapi juga pada kehidupan secara keseluruhan. Pendekatan yang dilakukan dalam menghadapi berbagai issue lingkungan hidup bukan bersifat antroposentris, melainkan biosentris dan bahkan ekosentris. Isi alam semesta tidak dilihat hanya sebagai sumberdaya dan menilainya dari fungsi ekonomis semata. Alam harus dipandang juga darisegi nilai dan fungsi budaya, sosial, spiritual, medis dan biologis.
Bumi sebagai kesatuan ekosistem
Untuk mengembangkan pandangan yang semakin teapat terhadap lingkungan hidup diperlukan pemahaman yang semakin baik tentang keadaan dan keberlangsungan berbagai lapisan kehidupan yang terjadi di bumi ini. Sikap terhadap lingkungan juga merupakan sikap yang secara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar diarahkan kepada dirim sendiri dan umat manusia seluruhnya. Hal tersebut terjadi karena bumi merupakan suatu keanekaragaman hayati yang saling bergantung satu dengan yang lainnya.

1.Ekosistem bumi
Ekosistem (dari kata yunani oikos = rumah, dan systema = keseluruhan) dimaksud sebagai suatu unsur kehidupan sebuah lingkungan (organisme), yang merupakan sebuah sistem, yakni keseluruhan yang terdirin atas bagian yang saling terkait, dan saling mempengaruhi. Bumi dapat dipandang sebagai suatu ekosistem yang besar yang didalamnya terdapat berbagai ekosistem yang lebih kecil, ada ekosistem lautan, ekosistem hutan, ekosistem pegunungan, ekosistem sungai, ekosistem kawasan pantai, dan sebagainya. Semua ekosistem itu mencakup seluruh bentuk kehidupan yang ada didalamnya, yang saling berinteraksi satu sama lain dan saling mempengaruhi, sehingga keseluruhan biosfer, atau keseluruhan lapisan kehidupan merupakan satu ekosistem bumi.

2. Manusia hanya sebagai salah satu unsur
Walaupun manusia merupakan mahluk yang paling maju, namun manusia hanyalah merupakan salah satu lapisan kehidupan yang berlangsung di bumi ini, tidak lebih dari itu. Manusia tidak memiliki independensi mutlak, di mana tidak mengalamim pengaruh langsung atau tidak langsung dari lingkungan hidup sekitarnya. Kenyataan yang tidak bisa di bantah bahwa ada hubungan dan saling pengaruh antara manusia dan lingkungannya. Manusia dapat mempengaruhi lingkungannya, dan sebaliknya juga, lingkungan pasti mempengaruhi manusia. Kalau lingkungan rusak maka kehidupan manusia akan terancam, dan pada akhirnya bisa punah.

3. Peran manusia terhadap lingkungan
Menurut para ahli bumi, bahwa bumi kita ini sudah berusia 5 milyar tahun. Dua milyar tahun pertama belum ada kehidupan di atasnya karena saat itu bumi hanya terdiri atas benda-benda tak hidup seperti batbatuan, gas, dan partikel-partikel debu. Namun bumi bersifat dinamis dengan berlangsungnya proses-proses seperti: pergerakan tektonik, vulkanik, perubahan iklim dan sebagainya. Proses-prose tersebut mempunyai daya destruktif sekaligus konstruktif, mengubah sekaligus memantapkan. Semuanya terjadi silih berganti dalam kurun waktu yang lama. Dari proses dinamis yang terjadi di bumi, muncullah dalam alam ini unsur-unsur dasar pembentuk organisme hidup, seperti hydrogen (H2), oksigen (O2) dan nitrogen (N2). Dengan adanya unsur-unsur tersebut mulailah muncul kehidupan di bumi ini, diperkirakan sekitar 3 milyar tahun yang lalu. Pada awalnya bentuk kehidupan yang ada masih terbatas pada jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan tingkat rendah. Melalui prose dinamis, kurang lebih 2 juta tahun yang lalu, lahirlah jenis organisme baru yang dinamakan manusia. Manusia memiliki otak dan sistem syaraf yang mampu menghasilkan kehendak dan perasaan, sehingga membuatnya lebih mampu menyesuaikan diri dan bertahan dalam situasi lingkungannya, bahkan juga mampu mencari alternatif untuk beradaptasi serta mengatur lingkungannya sedikit demi sedikit. Dengan demikian maka manusia tidak hanya menerima pengaruh dari lingkungannya, tetapi juga memberikan pengaruh yang semakin lama semakin besar terhadap alam. Kehadiran manusia semakin memperkaya proses dinamis bumi yang sudah berlangsung sejak awal keberadaannya. Kemampuan otak manusia dalam menemukan pemikiran-pemikiran baru untuk menemukan teknologi yang semakin beragam membawa dampak pengaruh besar terhadap alam. Manusia dapat mengeringkan lautan, menciptakan hujan dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa bumi tidak lagi mengalami proses dinamis tersebut pada dirinya sendiri, melainkan sudah melibatkan manusian dan mahluk-mahluk hidup dalam proses interaksi yang saling mempengaruhi. Pengaruh tersebut akan semakin besar sejalan dengan berjalannya waktu. Hanya saja peran dan pengaruh yang ditunjukkan manusia terhadap alam tidak membantu alam berkembang kearah kesempurnaan. Intervensi manusia telah membawa dampak negatif terhadap alam, dan berbagai lapisan kehiduan didalamnya.

Kesatuan Manusia dengan Lingkungan Hidupnya

1.Pengaruh Seleksi Alam
Seperti halnya mahluk hidup lainnya, manusia terus berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya, dan sebaliknya, ia juga dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia seperti adanya, yaitu fenotipenya terbentuk oleh interaksi antara Genotipe dan lingkungan hidupnya. Genotipe juga tidaklah konstan, melainkan terus menerus mengalami perubahan karena adanya mutasi adanya mutasi pada gen dalam kromosomnya, baik mutasi spontan maupun mutasi karena pengaruh lingkungan. Dengan mutasi gen yang terjadi, maka manusia, walaupun hanya terdiri atas satu jenis, yaitu homo msapiens, namun keanekaan (diversity) genotipenya sangatlah besar. Ini terjadi pada nenek moyang manusia dimana dengan adanya keanekaan genotipenya maka terbuka peluang besar untuk terjadinya seleksi alam. Seleksi itu terjadi melalui faktor alam, dan tentu juga melalui kekuatan sosial budaya. Kenyataan yang terjadi Hanya individu yang sesuai atau dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat berkembang. Hal itulah yang menyertai evolusi manusia dari nenek moyangnya, Australopithecus africanus, menjadi manusia modern, homo sapiens.

2.Gambaran Kedudukan Manusia dalam alam lingkungan
Tempat kedudukan manusia ditengah lingkungannya dapat dilihat dari dua segi:

Pertama: dari segi struktur perilaku dan kemampuan.

Dapat diurutkan sebagai berikut:
· Tingkatan anorganik (benda mati): hanya memiliki berat dan gaya, bergerak bukan atas kemauan sendiri.
· Tingkatan tumbuh-tumbuhan: sudah memiliki kehidupan untuk bertumbuh, tetapi masih bergantung pada kekuatan diluar dirinya.
· Tingkatan hewan: ada kehidupan dan pertumbuhan, ada semangat dan kehendak yang berdasarkan keteraturan (insting,naluri).
· Tingkatan manusia: mempunyai kelengkapan sebagai mahluk hidup yang berkehendak dan berakal budi, yang pada prinsipnya dapat berbuat menurut kemauan diri sendiri. 

Urutan ini dapat digambarkan sbb:

Sumber: Fredy Buntaran, OFM, Saudari Bumi...,

Dalam pandangan ini manusia berada pada kedudukan yang lebih tinggi daripada benda atau mahluk lainnya.

Kedua: Dari segi kedudukan dalam keseluruhan ekosistem dapat digambarkan sebagai berikut: 

Sumber; Fredy Buntaran, OFM, Saudari Bumi

Dalam gambar diatas kelihatan bahwa manusia berada di unsur-unsur lainnya, tidak diatas dan tidak juga dibawah yang lainnya. Nampak semua unsur membentuk suatu lingkaran ekosistem yang berkaitan satu sama lain. Manusia dan unsur-unsur lainnya memberi sumbangan kepada seluruh ekosistem dari tempatnya masing-masing. Kedudukan seperti inilah yang lebih mencerminkan hubungan antar unsur-unsur dalam suatu hubungan saling ketergantungan satu sama lain.

Mengembangkan Paham yang tepat tentang lingkungan
Dari beberapa pemaparan mengenai teori-teori etika tentang lingkungan, ditambah dengan gambaran mengenai hubungan dan kedudukan manusia dalam alam semesta, perlu dirumuskan suatu pemahaman dan sikap yang semakin baik dan bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup. Pemahaman yang semakin tepat adalah pemahaman yang mendorong pada sikap dan perilaku yang semakin menjamin keberlangsungan segala proses kehidupan yang terdapat di dalam alam semesta ini, termasuk diantaranya, manusia.

1. Teori-teori etika lingkungan
Sudah diuraikan mengenai ketiga teori utama etika lingkungan: antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Ketiganya sama-sama menuntut kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Antroposentrisme, banyak dituduh sebagai sumber terjadinya eksploitasi lingkungan. Namun teori ini tetap menuntut kesediaan manusia untuk memelihara lingkungannya. Teori biosentrisme, memusatkan perhatian pada keseluruhan kehidupan yang memiliki nilai pada dirinya sendiri, perhatian bukan hanya ditujukan kepada manusia melainkan juga kepada mahluk hidup lain selain manusia. Teori ekosentrisme menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang lingkungan. Kepedulian moral diperluas, sehingga mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme yang semakin diperluas dalam deep ecology dan ecosophy, sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat kepada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Yang menjadi pusat dunia moral bukan hanya lagi manusia, melainkan semua spesies, termasuk spesies bukan manusia. Deep ecology bukan hanya sekedar pemahaman filosofis tentang lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan praktis penyelamatan lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita kembangkan secara konsisten.

2. Deep ecology dan pengembangannya
Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep ecology, sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang menyebut dasar dari filosofinya tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian manusia dengan kesadaran penuh, diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak, suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam.

Ada 8 prinsip deep ecology yang dapat dilihat sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh pendukung deep ecology.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupun kehidupan bukan manusiawi di bumi, mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentuk-bentuk hidup, menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya.
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan dengan dikuranginya secara substansia jumlah penduduk. Keadaan baik kehidupan bukan-manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan-manusia kini terlalu besar, dan situasi memburuk dengan pesat.
6. Karena itu kebijakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut struktur-struktur dasar dibidang ekonomi, teknologi dan ideologi. Keadaan yang timbul sebagaimana hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan struktur-struktur sekarang.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya, manusia dapat tinggal dalam situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul kesadaran mendalam akan perbedaan antara big(=kuantitas) dan great(=kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak langsung untuk mengusahakan mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.

Manusia dapat saja menggunakan alam ini demi kegunaan pada dirinya sambil memperhatikan tetap terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup. Keselarasan yang betul serta keseimbangan yang sehat antara kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan menuntut juga penaklukan alam oleh kearifan teknik manusia. Oleh karena dua sikap ekstrim berikut harus ditolak: Pertama, memandang dan memperlakukan alam sejauh berguna bagi manusia dan menguasainya sejauh dimungkinkan oleh kemampuan teknologi semata; dan yang kedua adalah, faham ’mistisisme alam’ sejauh faham itu menganggap bahwa dunia ini harus diterima begitu saja dan tak boleh di apa-apakan oleh manusia. Kedua pandangan ini yang pertama, memutlakkan campur tangan manusia terhadap alam, dan yang kedua menolak sama sekali campur tangan manusia terhadap alam.

3. Kedudukan tepat manusia dalam alam.
Pandangan deep ecology patut dihargai karena menempatkan manusia sebagai bagian dari alam. Pandangan ekosentrisme juga bisa dibenarkan sejauh pandangan itu tidak melepaskan manusia dari alam. Alam memang mempunyai nilai intrisik, yang tidak tergantung pada manfaatnya untuk manusia. Akan tetapi, kita perlu juga realistis melihat bahwa pendekatan teknokratis telah membawa manfaat yang tidak perlu bahkan tidak perlu dihilangkan lagi. Yang harus ditolak adalah pendekatan teknokratis yang merusak alam dan tidak memeliharanya. Sebaliknya, jika kita menerima ekosentrisme, kita tidak boleh jatuh dalam ekstrem lain, yaitu ”ekofasisme”, di mana manusia sebagai individu dikorbankan kepada alam sebagai keseluruhan. Hanya manusialah yang kita sebut ’persona” yang mempunyai martabat khusus, yang tidak dimiliki oleh mahluk hidup lainnya. Biospherical egalitarianisme tidak bisa dibenarkan bila dimaksudkan sebagai penyamaan martabat semua mahluk hidup. Pengakuan bahwa segenap mahluk mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini manusia, tidak boleh membawa konsekuensi pengurangan derajat dan martabat manusia sebagai satu-satunya mahluk di bumi ini yang memiliki akal budi dan kehendak bebas. Akan tetapi pengenaan martabat istemewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak dikurangi sedikitpun, tetapi justru ditingkatkan. Dengan keistimewaan yang dimilikinya itu, manusia menjadi satu-satunya mahluk hidup yang memilik tanggungjawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungannya. Maka, melalui manusia, alam bertanggung jawab atas nasibnya sendiri.

Selengkapnya

Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum Lingkungan

Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum Lingkungan : Masalah atau persoalan pelestarian fungsi lingkungan hidup umumnya dan fungsi hutan pada khususnya merupakan issue tradisional, kontemporer dan bahkan menjadi issue modern secara internasional. Hal ini karena issue ini sudah sejak dahulu kala sampai dewasa ini telah timbul dan menjadi persoalan aktual dan mendunia secara internasional dan bahkan untuk masa yang akan datang akan tetap menjadi issue global secara internasional.

Banyak pandangan orang pesimis yang berpendapat bahwa persoalan atau masalah pelestarian fungsi lingkungan hidup pada umumnya dan fungsi hutan pada khususnya tidak selesai sampai pada akhir zaman. Pemikiran bernuansa skeptis tersebut disamping karena sifat persoalan pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup tersebut yang sangat kompleks juga karena upaya-upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup tersebut senantiasa selalu berhadapan dengan upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi yang sering diliputi keserakahan/ketamakan nafsu manusia baik manusia secara alamiah maupun manusia dalam bentuk non alamiah yaitu bentuk badan hukum (rechtspersoon, korporasi). 

Namun terlepas dari adanya pesimisme tersebut diatas, berbagai upaya perlu ditetapkan dan dilakukan secara teratur, interaksi interdisiplin ilmu pengetahuan, konsisten dan terpadu lintas instansi terkait termasuk melalui upaya penegakan hukum (law enforcement) yang disinergikan dengan upaya-upaya lain.

Perhatian dunia terhadap masalah pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup ini dimulai di kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia I (1960-1970)” guna merumuskan strategi terhadap gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia II (1970-1980)”. Sekretaris Jenderal PBB membuat laporan yang diajukan kepada Sidang Umum PBB pada tahun 1969 dengan Nomor laporan 2581 (27) pada tanggal 15 Desember 1969. Dalam laporannya menyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan “sikap dan tanggapan baru” terhadap lingkungan hidup untuk menangani masalah-masalah lingkungan hidup itu adalah demi pertumbuhan ekonomi dan sosial khususnya mengenai perencanaan, pengelolaan dan pengawasan terhadap lingkungan hidup (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 6-7).

Dampak positip dan output pada Sidang Umum PBB tersebut, PBB menerima tawaran dari pemerintah Swedia untuk menyelengarakan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference On The Human Environment) di Stockholm-Swedia pada tanggal 5-16 Juni 1972 yang diikuti 113 negara dan beberapa puluhan peninjau serta output hasil dari Konferensi tersebut melahirkan suatu resolusi khusus menetapkan secara resmi setiap tgl 5 Juli adalah sebagai Hari Jadi Lingkungan Hidup Sedunia” berdasarkan dengan Resolusi Sidang Umum PBB No.2997 (27) pada tanggal 15 Desember 1972 (Danusaputro, 1980 : 210-216).

Indonesia sendiri sejak menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945 memberikan perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat pada UUD 1945 (sebagai landasan konstitusional negara, bangsa) yang menyatakan bahwa “segala bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan/diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. tertinggi dikuasai oleh Negara (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945).. Pernyataan ini lebih jelas dan tegas lagi diatur dalam Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (yang selanjutnya disebut dengan UUPA) yang berbunyi : “ Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional (Pasal 1 ayat 2 UUPA)

Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang dasar 1945 dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 2 UUPA tersebut diatas bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat ( Pasal 2 ayat 1, UUPA).

Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa (Pasal 2 UUPA)

Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai dari Negara tersebut pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah dan masyarakat-masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah. Untuk melaksanakan pengaturan tersebut Pemerintah :
a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk sumber daya genetika.
c. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika.
d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 8 ayat 1 dan 2, Bab IV tentang Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut dengan UUPLH).

Wewenang Hak menguasai dari Negara ini dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dilakukan melalui proses dan tahap pembangunan. Pembangunan itu sendiri di dalam dirinya mengandung berbagai perubahan besar yang meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan pisik wilayah, perubahan pola komsumsi, perubahan sumber daya alam dan lingkungan hidupnya, perubahan teknologi dan perubahan sistem nilai dalam masyarakat. Perubahan demi perubahan ini membawa dampak positif serta dampak negatif dan masalah dalam aspek hidup dan kehidupan ummat manusia.

Pelestarian Fungsi Hutan dan Fungsi Lingkungan Hidup 
Secara etimologi kata, kata pelestarian ini berasal dari kata “lestari” yang mempunyai makna langgeng, tidak berubah, abadi, sesuai dengan keadaan seperti semula. Apabila kata lestari ini dikaitkan dengan lingkungan hidup maka berarti bahwa lingkungan hidup itu tidak boleh berubah, harus langgeng dan harus sesuai dengan keadaan seperti semula atau tetap dalam keadaan seperti aslinya semula (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 98).

Pelestarian fungsi lingkungan hidup diartikan sebagai rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya (Pasal 1 butir 5,6,7,8,9 UUPLH) 

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan (Pasal 1 butir a, b, c, k, dan m, Bab I tentang Ketentuan Umum UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang selanjutnya disebut dengan UUK).

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Setiap rencana uasaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup yang disingkat dengan AMDAL (Pasal 1 butir 1, Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1, Bab I tentang Ketentuan Umum dan Bab V tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup UUPLH).

“Pelestarian kemampuan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang” membawa kepada kesarasian antara “pembangunan” dan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup”, sehingga kedua pengertian itu tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup” yang bermakna melestarikan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup itu an sich digunakan dalam rangka kawasan pelestarian hutan, sumber daya alam lingkungan hidup dan kawasan suaka alam.

Pembangunan di berbagai aspek hidup dan kehidupan bertujuan dan mempunyai arti untuk mengadakan perubahan, membangun adalah merubah sesuatu untuk mencapai tarap peningkatan dan tarap yang lebih baik. Apabila dalam proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang baik terhadap fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup, maka haruslah dilakukan upaya untuk meniadakan atau mengurangi dampak negatif tersebut sehingga keadaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup menjadi serasi dan seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan bukanlah “lingkungannya an sich”, akan tetapi “kemampuan lingkungan hidup”. Kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang inilah yang perlu dilestarikan sehingga setiap perubahan yang diadakan selalu disertai dengan upaya mencapai keserasian dan keseimbangan lingkungan pada tingkatan yang baru.

Perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan ditindaklanjuti oleh masyarakat internasional dan organisasi PBB terjadi pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi yang diadakan oleh PBB di Rio de Janeiro Brazil pada tanggal 3-14 Juni 1992. konferensi ini dinamakan United Nations Conference on Environment and Development yang disingkat UNCED dihadiri oleh 177 kepala-kepala negara dan wakil-wakil pemerintah yang berkumpul di Rio de Janeiro dan dihadiri juga oleh wakil badan-badan lingkungan PBB dan lembaga-lembaga lainnya.

Konferensi ini telah melahirkan sebuah konsensus dokumen perjanjian yang dinamakan Concervation and Sustainable Development of all Types of Forrest (Forrestry Principles). Konsensus perjanjian ini membuat prinsip-prinsip kehutanan dan merupakan konsensus internasional yang terdiri dari 16 pasal yang mencakup aspek pengelolaan, aspek konservasi serta aspek pemanfaatan dan pengembangan, bersifat tidak mengikat secara hukum dan berlaku untuk semua jenis hutan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 19-21).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menguraikan bahwa dalam Mukadimah Forrestry Prnciples dicantumkan kandungan prinsip-prinsip kehutanan sebagai berikut :
1. persoalan kehutanan terkait dengan keseluruhan jangkauan masalah dan kesempatan lingkungan dan pembangunan termasuk hak atas pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan.
2. tujuan arahan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memberikan saham pada pengelolaan, konservasi dan pembangunan hutan berkelanjutan serta untuk menjamin fungsi dan pemanfaatannya yang beragam dan saling melengkapi.
3. masalah dan kesempatan kehutanan harus dilihat dengan cara yang holistik dan seimbang dalam keseluruhan konteks lingkungan hidup dan pembangunan dengan mempertimbangkan fungsi dan pemanfaatan hutan yang beragam termasuk pemanfaatan tradisional, dan tekanan ekonomi dan sosial yang mungkin timbul bila pemanfaatannnya dihambat atau dibatasi, sebagaimana pula potensinya bagi pembangunan yang dapat diberikan oleh pengelolaan hutan berkelanjutan.
4. prinsip-prinsip ini mencerminkan konsensus global pertama mengenai hutan. Dalam memberikan komitmennya untuk melaksanakan prinsip-prinsip ini dengan tepat, negara-negara juga memutuskan untuk senantiasa membuat penilaian tentang prinsip-prinsip ini apakah masih memadai sehubungan dengan pengembangan kerja sama internasional dalam masalah-masalah hutan.
5. prinsip-prinsip ini berlaku untuk semua jenis hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman di semua wilayah geografis dan zona iklim, termasuk hutan austral, boreal, sub-temperate dan temperate, sub-tropis dan tropis .
6. semua jenis hutan mewujudkan prose-proses ekologis yang kompleks dan unik yang merupakan dasar bagi kapasitasnya sekarang dan kapasitas potensialnya untuk menyediakan sumber daya guna memenuhi kebutuhan manusia maupun nilai-nilai lingkungan dan dengan demikian pengelolaan dan konservasinya yang tepat merupakan kepentingan bagi pemerintah dari negara-negara yang mempunyai hutan tersebut serta mempunyai nilai bagi masyarakat setempat dan bagi lingkungan secara menyeluruh.
7. hutan adalah esensial bagi pembangunan ekonomi dan pemeliharaan segala bentuk kehidupan.
8. mengakui bahwa tanggung jawab pengelolaan hutan, konservasi dan pembangunan berkelanjutan di banyak negara dialokasikan di antara tingkat pemerintah federal/nasional, negara bagian/propinsi dan lokal, maka setiap negara sesuai dengan konstitusi dan atau perundang-undangan nasionalnya harus mengikuti prinsip-prinsip ini pada tingkat pemerintahan yang sesuai (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 21-22). 

Di Indonesia perhatian pokok terhadap masalah pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang ditetapkan pada tanggal 19 Januari 2005 di dalam Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Peraturan Presiden ini mengatur tentang ketentuan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum dalam Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Di dalam Peraturan Presiden tersebut dikemukakan permasalahan pokok sebagai berikut : 
a. terus menurunnya kondisi hutan Indonesia.
b. kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
c. habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak.
d. citra pertambangan yang lingkungan hidup.
e. tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity).
f. pencemaran air semakin meningkat.
g. kualitas udara, khususnya di kota-kota besar semakin menurun.
h. sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan.
i. pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelsa.
j. lemahnya penegakan hukum (law enforcemant) terhadap kegiatan pembalakan (illegal logging) dan penyeludupan kayu.
k. rendahnya kapasitas pengelolaan kehutanan.
l. belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa-jasa lingkungan.
m. belum terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga.
n. potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal.
o. merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan yang merusak lingkungan hidup.
p. pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
q. sistem mitigasi bernuansa alam belum dikembangkan.
r. ketidakpastian hukum di bidang pertambangan.
s. tingginya tingkat pencemaran dan belum dilaksanakannya pengelolaan limbah buangan secara terpadu dan sistematis.
t. adaptasi kebijakanterhadap perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) belum dilaksanakan.
u. alternatif pendanaan lingkungan belum dikembangkan.
v. issu lingkungan global belum diteriama dan diterapkan dalam pembangunan nasional dan daerah.
w. belum harmonisnya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
x. masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan hidup (Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang RPJM Nasional Thn.2004-2009). 

Pengelolaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal. 

Ekologi dan Ekosistem Hutan dan Lingkungan Hidup
Segala sesuatu di dunia alam semesta ini erat hubungannya satu dengan yang lain. antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup manusia lainnya, antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup binatang atau hewan, antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dan bahkan antara makhluk hidup manusia dengan benda-benda mati sekalipun. Begitu pula sebaliknya hubungan antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk hidup manusia, antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk hidup tumbuh-tumbuhan, antara makhluk hidup binatang atau hewan dengan benda-benda mati yang ada disekelilingnya dan juga hubungan antara makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dengan makhluk hidup manusia, antara makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dengan makhluk hidup hewan atau binatang yang ada dan antara mahkluk hidup tumbuh-tumbuhan dengan benda-benda mati yang ada disekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula aksi dan reaksi sesuatu golongan atas pengaruh dari yang lainnya juga berbeda.

Sesuatu peristiwa yang menimpa diri seseorang dapat disimpulkan sebagai resultante berbagai pengaruh pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup di sekitarnya. Begitu banyak pengaruh yang mendorong manusia kedalam sesuatu kondisi tertentu sehingga adalah wajar jika manusia tersebut kemudian juga berusaha untuk mengerti apakah sebenarnya yang mempengaruhi dirinya dan sampai berapa besarkah pengaruh-pengaruh tersebut terhadap pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.

Secara etimologi kata “ekologi” berasal dari kata oikos yang berarti rumah dan logos berarti ilmu pengetahuan yang diperkenalkan pertama kali dalam bidang ilmu pengetahuan biologi oleh seorang biolog berkebangsaan Jerman bernama Ernst Hackel pada tahun 1869 (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 2).

Menurut Otto Soemarwoto ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannnya. Selanjutnya Otto Soemarwoto menjelaskan bahwa ada beberapa studi-studi ekologi meliputi berbagai bidang antara lain :
a. studi ekologi sosial, sebagai suatu studi terhadap relasi sosial yang berada di tempat tertentu dan dalam waktu tertentu dan yang terjadinya oleh tenaga-tenaga lingkungan yang bersifat selektif dan distributif.
b. Studi ekologi manusia sebagai suatu studi tentang tentang interaksi antara aktivitas manusia dan kondisi alam.
c. Studi ekologi kebudayaan sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik antara variable habitat yang paling relevant dengan inti kebudayaan.
d. Studi ekologi pisik sebagai suatu studi tentang lingkungan hidup dan sumber daya alamnya.
e. Studi ekologi biologi sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan dan lingkungannya (Otto Soemarwoto, 1981 : 6-7).

Di dalam ekologi terdapat masyarakat organisme hidup (biotic community) yang menggambarkan komposisi kehidupan organisme-organisme hidup di dalamnya saling berhubungan dan membutuhkan. Misalnya biotic community dikalangan tanaman atau tumbuh-tumbuhan dalam hutan belantara ditemukan beberapa pohon raksasa yang umurnya beribu-ribu tahun tetapi jumlahnya hanya sedikit, di bawahnya akan terdapat pohon-pohon yang kecil namun lebih banyak tingkat populasinya, di bawahnya lagi ditemui berupa suatu kumpulan pohon-pohon yang lebih kecil seperti tanaman bunga-bungaan dan akhirnya sebagai dasar adalah tanaman rerumputan yang banyak sekali tetapi umurnya amat pendek. Di dalam dan di tengah-tengah hutan ditemui pula kehidupan makhluk hidup binatang-binatang atau hewan yang hidup disana mulai dari binatang gajah yang umurnya ratusan tahun tetapi jumlah tingkat populasinya sedikit sampai pada binatang semut atau binatang yang lebih kecil lagi yang umurnya sangat pendek tetapi jumlah tingkat populasinya amat banyak (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 2-3).

Jadi Ekologi adalah suatu studi ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup manusia lainnya, makhluk hidup manusia dengan tumbuh-tumbuhan (tanaman-tanaman), makhluk hidup manusia dengan binatang atau hewan, makhluk hidup manusia dengan benda-benda mati di sekelilingnya dan sebaliknya hubungan timbal balik terjadi sesama makhluk hidup. 

Ekosistem merupakan suatu kondisi di suatu daerah tertentu komunitas benda-benda mati (abiotic community) dimana di dalamnya tinggal dan terdapat suatu komposisi komponen organisme hidup (biotic community) yaitu makhluk hidup manusia, makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup binatang atau hewan yang diantara abiotic dan biotic community keduanya terjalin suatu interaksi yang harmonis stabil dan saling membutuhkan terutama dalam jalinan bentuk-bentuk sumber energi kehidupan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 3).

Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menjelaskan bahwa ada 2 (dua) jenis bentuk ekosistem yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan ekosistem buatan (artficial ecosystem) yang merupakan hasil daya kreasi, cipta dan daya kerja manusia terhadap ekosistemnya. Ekosistem alamiah terdapat heterogenitas yang tinggi dari organisme hidup disana sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya. Sedangkan ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang ke heterogenitasannya sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap stabil perlu diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan oleh manusia sebagai penciptanya agar berbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yang dibuat itu (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 3 ) 

Betapapun macam dan bentuk ekosistem itu tercipta yang penting bagaimana ekosistem tersebut menjadi stabil, sehingga manusianya bisa tetap hidup dengan teratur dari generasi pertama ke generasi seterusnya selama dan sesejahtera mungkin. Disamping itu perlu disadari pula bahwa manusia harus berfungsi sebagai subjek dari ekosistemnya. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam daerah lingkungan hidupnya mau tidak mau akam mempengaruhi eksistensi manusianya, karena manusia akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya (Fuad Amsyari, 1981 : 35-44). 

Ekologis dan ekosistem pelestarian fungsi lingkungan hidup pada umumnya dan fungsi hutan pada khususnya sangat penting tidak hanya disebabkan menyangkut arti dan fungsi hutan keterkaitannya dengan pelestarian lingkungan hidup, secara khusus juga dalam aspek pembangunan perumahan dan permukiman ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman tersebut. Dalam konsiderans UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman butir C, yang selanjutnya disebut dengan UUPP menyatakan “bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (Konsiderans UUPP). 

Contoh aspek pembangunan perumahan dan permukiman, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan diantaranya :
a. prinsip konservasi (Principle of Conservation) mengarahkan kepada pemeliharaan sumber daya alam yang telah mencapai tingkastan tertentu guna memperbaharui dan menghindari terjadinya penelantaran sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Prinsip konservasi ini bertujuan untuk melindungi kualitas mutu lingkungan hidup.
b. prinsip peningkatan (principle of Amelioration) bertujuan untuk peningkatan kualitas fungsi lingkungan hidup.
c. Prinsip kehati-hatian dan pencegahan (precaution and prevention principles) merupakan prinsip tindakan hati-hati dan pencegahan terhadap sumber terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. 
d. Prinsip perlindungan (protection principle) meliputi pencegahan aktivitas berbahaya dan melakukan tindakan-tindakan yang tegas guna menjamin tidak terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Prinsip ini membuat perencanaan ekologis dan manajemen yang lebih luas termasuk dibuatnnya peraturan-peraturan pelaksana, prosedur dan kelembagaan dalam skala nasional. Sehingga itu diperlukan suatu pendekatan.yang terintegrasi dalam konservasi sumber daya alam secara sektoral guna melakukan kebijakan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatiokan adanya keterkaitan antar komponen-komponen lingkungan hidup dalam ekosistem.
e. Prinsip pencemar membayar. (pollunter pays principles) yang merupakan perintah bahwa pencemar wajib membayar untuk memikul baiaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup, pemerintah memautuskan untuk memelihara baku mjutu lingkungan hidup (Alvi Syahrin, 2003 : 85-87). 

Arti, Fungsi dan Peranan Kehutanan Dan Lingkungan Hidup
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang dan dinamis.Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan rakyat atau masyarakat Indonesia baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi ummat manusia, oleh karena itu dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat pentingdengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelengaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, keadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelengaraan kehutanan harus dilakukan dengan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.

Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan tetapi negara memberikan wewenang kepada pemerintah mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan, mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan dibidang kehutanan. Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, berkala dan berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah harus memperhatikan aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dalam daerah aliaran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

Sumber daya hutan mempunyai pera penting dalam penyediaan hutan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakan komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan hasil hutan tersebut tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan baku industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku dengan industri pengolahannnya, maka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan sehingga manfaat hutan lebih optimal 

Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengolahan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengolahan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengolahan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hasil hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan memperhatikan sifat, karekteristik dan kerentaannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungasi konservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peran serta masyarakat merupakan inti keberhasilannnya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka didalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya konservasi dari hasil hutan alam yang masaih produktif menjadi hutan tanaman. 

Dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka usaha kecil, menengah dan koperasi mendapatkan kesempatan seluas-lusanya dalam pemanfaatan hutan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMS Indonesia) yang memperoleh izin usaha dibidang kehutanan wajib bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat dan secara bertahap memberdayakan untuk menjadi unit usaha koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional sehingga setara dengan pelaku ekonomi lainnya.

Kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dimaksudkan agar masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan merasakan dan mendapatkan manfaat hutan secara langsung, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka serta sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki. Dalam kerjasama tersebut kearifan tradisional dan nilai-nilai keutamaan yang terkandung dalam budaya masyarakat dan sudah mengakar dapat dijadikan aturan yang disepakati bersama. Kewajiban BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia bekerjasama dengan koperasi bertujuan untuk memberdayakan koperasi masyarakat setempat agar secara bertahap dapat menjadi koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional. Koperasi masyarakat setempat yang telah menjadi koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional diperlakukan setara dengan BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia. Dalam hal koperasi masyarakat setempat belum terbentuk, maka BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia tersebut dapat turut mendorong terbentuknya koperasi tersebut.

Untuk menjamin status, fungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam pengertian perlindungan adalah mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta investasi dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi yang menyangkut tentang kehutanan.

Pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi masyarakat, serta memperhatikan hak-hak rakyat dan oleh karena itu harus melibatkan masyarakat setempat. Pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus maka pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yang bergerak dibidang kehutanan, baik berbentuk Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) maupun Perusahaan Perseroan (pesero) yang pembinaannya dibawah Menteri. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pendanaan pembangunan kehutanan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan serta lembaga penyuluhan.

Hutan sebagai sumber daya nasional harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang, kelompok atau golongan tertentu. Oleh karena itu pemanfaatan hutan harus didistribusikan secara berkeadilan melalui peningkatan peran serta masyarakat sehingga masyarakat semakin berdaya dan berkembang potensinya. Manfaat yang optimal bisa terwujud apabila kegiatan pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang berkualitas tinggi dan lestari.

Pengelolaan Hutan Dan Lingkungan Hidup
Pengelolaan hutan meliputi kegiatan :
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.
d. Perlindungan hutan dan konservasi alam.

Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar besarnya bagi masyarakat secara lestari (Pasal 1 butir 1, Bab I tentang Ketentuan Umum, Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002).

Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih besar (optimal) dan lestari. Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok kawasan hutan dibagi pada petak-petak berdasarkan intensitas dan efisiensi pengeloalaan. Berdasarkan blok-blok dan petak-petak tersebut disusun rencana pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.

Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan. Kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Kegiatan demi kegiatan pengeloalaan ini menjadi kewenangan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dan dapat dilimpahkan oleh pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kehutanan. 

Pelaksanaan kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan dilakukan pada setiap unit pengelolaan hutan di semua kawasan hutan yang meliputi :
a. Hutan konservasi yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa (binatang) serta ekosistemnya. Hutan konservasi ini terdiri dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan taman buru.

b. Hutan lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsai pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Tata hutan pada hutan lindung dilaksanakan pada setiap unit pengelolaan yang melakukan kegiatan penentuan batas-batas hutan yang diatata, inventarisasi, identifikasi dan perisalahan kondisi kawasan hutan, pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya di hutan danm sekitarnya, pembagian hutan ke dalam blok-blok (blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok lainnya), registrasi dan pengukuran serta pemetaan. 

c. Hutan produksi yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil-hasil hutan. Tata hutan pada hutan produksi memuat kegiatan penentuan batas hutan, yang ditata, inventarisasi potensi dan kondisi hutan, perisalahan hutan, pembagian hutan ke dalam blok-blok dan petak-petak, pemancangan tanda batas blok-blok dan petak-petak tersebut, pembukaan wilayah dan sarana pengelolaan, registrasi dan pengukuran serta pemetaan.

Berdasarkan hasil penataan hutan pada setiap unit atau kesatuan pengelolaan hutan, maka disusunlah rencana pengelolaan hutan. Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung jawab, partisipatif, terpadu serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah.

Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan :
a. inverntarisasi hutan.
b. pengukuhan/pengukuran kawasan hutan.
c. penatagunaan kawasan hutan
d. pembentukan wilayah pengelolaan hutan.
e. penyusunan rencana kehutanan (Pasal 12, Bab IV tentang Perencanaan Kehutanan UUK).

Rencana pengelolaan hutan memuat tentang perencaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi pengendalian dan pengawasan sebagai dasar kegiatan pengelolaan hutan. Penyusunan rencana pengelolaan hutan meliputi :
a. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang yang memuat rencana kegiatan secara makro tentang pedoman arahan serta dasar-dasar pengelolaan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan dalam jangka waktu 20 tahun, disusun oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi dan disahkan oleh Menteri Kehutanan.

b. Rencana pengeloaan hutan jangka menengah memuat rencana yang berisi penjabaran rencana pengelolaan hutan jangka menengah 5 tahun disusun oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi dan disahkan oleh Meneteri Kehutanan.

c. Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat rencana operasional secara detail yang merupakan penjabaran rencana pengelolaan hutan dalam jangka waktu 1 tahun yang disusun oleh instansi yanmg bertanggung jawab dibidang kehutanan dan disahkan oleh Gubernur (Pasal 14 ayat 1 dan 2, Bab II tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan).

Pemanfaatan hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal, berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional.

Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah bentuk usaha menggunakan kawasan pada hutan lindung dengan tidak mengurangi fungsi utama. Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi adalah bentuk usha untuk memanfaatkan ruang tubuh sehingga dapat diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal dengan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.

Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan hidup dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan hidup dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung serta dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.. penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dapat dilakukan melalaui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola terbuka.

Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya guna, dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan :
a. reboisasi,
b. penghijauan,
c. pemeliharaan,
d. pengayaan tanaman atau
e. penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan disemua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional (Pasal 41 Bab V tentang Pengelolaan Hutan UUK). 

Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Setiap orang yang memiliki, mengelola dan atau memanfaatkan hutan yang kritis atau tidak produktif wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konsevasi. Dalam pelaksanaan rehabilitasi setiap orang dapat meminta pendamping, pelayanan dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain atau pemerintah. 

Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan secara bertahap, dalam upaya pemulihan serta pengembangan fungsi sumber daya hutan dan lahan baik fungsi hutan pruduksi, hutan fungsi lindung maupun hutan fungasi konservasi. Upaya meningkatkan daya dukung aserta produktifitas hutan dan lahan dimaksudkan agar hutan dan lahan mampu berperan sebagai sistem penyangga kehidupan termasuk konservasi tanah dan air dalam rangka pencegahan banjir dan pencegahan erosi. Kegiatan reboisasi dan penghijauan merupakan bagian rehabilitas hutan dan lahan, kegiatan reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan hutan sedangkan kegiatan penghijauan dilaksanakan di luar kawasan hutan. 

Rehabilitasi hutan dan lahan diprioritaskan pada lahan kritis terutama yang terdapat dibagian hulu daerah aliran sungai agar fungsi tata air serta pencegahan terhadap banjir dan kekeringan dapat dipertahankan secara maksimal. Rehabilitasi hutan bakau dan hutan rawa perlu mendapat perhatian yang sama sebagaimana pada hutan lainnya. Semetara pada hutan cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. 

Reklamasi hutan suatu kegiatan yang meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Jenis kegiatan yang terkait dengan reklamasi hutan meliputi inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan dan pelaksanaan reklamasi.

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Jika penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan mengakibatkan terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup hutan, maka wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan oleh pemerintah.

Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan. Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.

Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakitserta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Pasal 1 butir 1, Bab I Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan). Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan, kegiatan perlindungan hutan ini dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

Tujuan dan prinsip-prinsip perlindungan hutan agar tercapai secara maksimal pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Prinsip-prinsip perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan merupakan usaha untuk :
a. mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbauatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta peerangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Pasal 47, Bab V tentang Pengelolaan Hutan, UUK).

Selengkapnya

Etika Lingkungan Dalam Illegal Logging

Etika Lingkungan Dalam Illegal Logging : Indonesia merupakan Negara agraris, yang mana terdiri dari daratan dan perairan yang luas. Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Indonesia dari dulu terkenal merupakan daerah yang subur (daratan). Banyak sekali daerah daratan daripada negara kita ini yang dimanfaatkan sebagai daerah pertanian dan juga perkebunan, hal ini karena daratan indonesia terkenal subur sehingga baik untuk dikembangkannya sektor tersebut. Namun semakin hari keadaan negeri kita semakin banyak mengalami perubahan. Seiring dengan perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan pertanian dan perkebuanan yang subur dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri dan juga perkotaan. Perkembangan zaman juga diikuti dengan semakin banyaknya jumlah penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya, lahan pertanian dan perkebunan pun semakin sempait, yang mana dikarenakan adanya pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan kita. Selain itu juga banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah dan tingginya kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam tanah kita. Banyak sekali lahan-lahan perkebunan yang dulunya masih hijau bisa dikatakan vegetasi yang ada masih cukup sekarang menjadi daerah yang kering dan gundul. Ini semua tidak lepas dari tindakan manusia itu sendiri yang kurang bertanggung jawab. Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita semua kelak. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi penyebab mengapa banyak sekali terjadi bencana alam seperti halnya lonsor, banjir, dll. Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur tebang pilih menjadi hal yang paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan kita yang seharusnya lebat dengan pepohonan menjadi kering kerontang. Dari hal tersebut, banyak sekali yang merasakan danpaknya baik secara langsung maupun tidak. Banyak hewan-hewan yang turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal yang cocok untuk diri mereka. Mereka juga kekurangan makanan, sehingga banyak dari mereka yang menyerang pertanian kita. Jika kita sadar, manusia sering dirugikan karena akibat ulahnya sendiri. Tidah hanya hewan yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan adalah alam semesta ini. Sehingga jangan heran jika banyak sekali benca banjir, longsor, dll yang terjadi di daerah sekitar kita ini. 

Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Kiranya tidak salah jika manusia dipandang sebagai kunci pokok dalam kelestarian maupun kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Bahkan jika terjadi kerusakan dalam lingkungan hidup tersebut, YB Mangunwijaya memandangnya sebagai oposisi atau konflik antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap manusia terhadap lingkungan hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang mempertanyakan eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan hidup, arti materi dan yang ada ”di atas” materi. Dengan demikian masalah lingkungan hidup tak lain adalah soal bagaimana mengembangkan falsafah hidup yang dapat mengatur dan mengembangkan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam. Isu-isu kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan. Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan, perhatian kita pada isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan. Kita akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dalam pendekatannya terhadap alam dan lingkungan. 

a. Pengertian Etika 
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Sedangkan Etiket adalah suatu sikap seperti sopan santun atau aturan lainnya yang mengatur hubungan antara kelompok manusia yang beradab dalam pergaulan

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya. 

b. Etika Lingkungan
Etika lingkungan adalah kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energi.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup yang lain.

Masalah ekologi tidak cukup dihadapi dengan mengembangkan etika lingkungan hidup. Kalau sudah menyangkut kesejahteraan masyarakat, pemikiran etis saja tidak akan berdaya tanpa didukung oleh aturan-aturan hukum yang dapat menjamin pelaksanaan dan menindak pelanggarnya. Untuk itu perlu diketahui berbagai teori yang membangun pemikiran tentang etika lingkungan hidup.

Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam. Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik. Etika ini juga disebut etika lingkungan ekstensionisme dan etika lingkungan preservasi. Etika ini menekankan pemeliharaan alam bukan hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi kepentingan bersama. Terbagi dalam empat kategori besar, yaitu :
a. Etika lingkungan neo-utilitarisme merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh mahluk. Tokoh yang mempelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral. 

b. Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih. 

c. Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi. 

d. Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. 

Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut : 
· Manusia adalah bagian dari alam,
· Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang,
· Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang,
· Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk,
· Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai,
· Pentingnya melindungi keanekaragaman,
· Menghargai dan memelihara tata alam,
· Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem,
· Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara.

2. Etika ekologi dangkal. 
Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia. 

Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini : 
· Manusia terpisah dari alam, 
· Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia,
· Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya,
· Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia,
· Norma utama adalah untung rugi,
· Mengutamakan rencana jangka pendek,
· Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin,
· Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.

Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk. 

c. Illegal Logging
Penebangan liar atau disebut juga dengan illegal logging. Sedangkan pengertian Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia. Dalam definisi lain disebutkan bahwa hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.

Fungsi Hutan
1. Sebagai penampung karbondioksida;
dalam proses fotosintesis tumbuhan mengambil Karbondioksida (Co2) dari atmosfer dikombinasi dengan air dan dibantu dengan energi cahaya memproduksi materi organik.

2. Habitat Hewan;
Hewan-hewan penghuni hutan seperti orang utan, harimau, singa, ular, babi hutan, gajah, dan lainnya merupakan penghuni asli hutan. Habitat mereka di hutan sehingga ketika hutan menjadi gundul hewan-hewan tersebut akan keluar dari hutan dan mendatangi pemukiman penduduk desa, serta memangsa hewan dan penduduk. Hal ini disebabkan karena rantai makan mereka terputus dan menyebabkan hewan-hewan buas tersebut mencari makan di luar hutan.

3. Modulator arus hidrologika
Hutan sebagai penyeimbang arus hidrologika, sebagai tempat penyerapan air, penahan air sehingga menghindari erosi tanah.

4. Pelestari tanah
Tanah-tanah yang dibiarkan gundul maka akan kehilangan fungsinya sebagai tanah. Tanah akan kurang berfungsi, sehingga tanah akan menjadi tanah yang tandus.

serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.

Penebangan Liar (Illegal Logging)
Pembalakan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan, dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Pembalakan liar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau pribadi-pribadi yang membutuhkan. Pohon-pohon ditebang dengan seenaknya untuk keperluan pribadi dan tanpa ijin, membuka hutan dan menguras habis isinya, dan tanpa menanam kembali hutan untuk kelestarian selanjutnya.

Illegal Logging 
Pada dasarnya hubungan yang terjalin antara manusia dan alam dapat dibagi menjadi hubungan manusia dengan alam yang merusak atau merugikan dan yang menguntungkan atau dengan kata lain ada yang negatif dan positif. Ilegal logging atau pembabatan hutan secara liar merupakan salah satu contoh hubungan yang merusak lingkungan atau alam.

Penebangan Hutan secara ilegal (illegal logging) adalah persoalan klasik bagi masyarakat Indonesia. Setiap hari, kegiatan tersebut marak dilakukan di sejumlah kawasan hutan dengan diketahui petugas instansi berwenang, aparat dan masyarakat setempat. Meskipun berkali-kali diberitakan bahwa penertiban terus diupayakan, namun penebangan dan perusakan hutan semakin merajalela. 

Di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar adalah Taman Nasional Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu berlangsung. Sekitar 80 % dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang dan mengalami rusak berat. Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu diperkirakan jumlahnya sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong chainsaw . 

Selain itu di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah mengerikan. Sasaran penebangan adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin, Meranti, Klansau, Mabang, Bedaru, dan jenis Kayu Tengkawang yang termasuk jenis kayu dilindungi. Kayu-kayu gelondongan yang telah ditebang langsung diolah menjadi balok dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm dengan panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ini ke wilayah Malaysia sekitar 50 –60 truk.

Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan:

1. Kerugian bidang Ekonomi 
Berdasarkan pada perkiraan Prof. Dr. Herujono Hadisuprapto, MSc, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, setiap hari kayu ilegal berbentuk balok yang diselundupkan dari Kal-Bar ke Serawak mencapai 10.000 m kubik. Kayu-kayu ini terbebas dari iuran resmi seperti dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan pajak ekspor. Diprediksi kerugian negara mencapai Rp. 5,35 milyar per hari, atau sekitar Rp 160,5 milyar perbulan. Maka sebenarnya sangat ironis jika kerugian ini dihubungkan dengan usaha mati-matian dari pemerintah Indonesia untuk mencari pinjaman dana dari IMF. Ketika pemerintah mengemis pada IMF dana senilai 400 juta $ AS, sebenarnya pemerintah kehilangan pendapatan atas pajak senilai 4 Milyar $ AS setiap tahunnya akibat penebangan hutan liar sejak 1998.

2. Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan 
Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan: pertama, masalah pemanasan global; kedua, masalah degradasi tanah; dan ketiga, mempercepat kepunahan keanekaragaman di dalamnya. 

· Masalah pemanasan global 
Para ahli memperkirakan bahwa dampak dari pemanasan global akan sangat meningkat bila kelestarian dan keutuhan hutan tidak dipelihara. Ada beberapa akibat yang akan muncul akibat pemanasan global ini, antara lain terjadinya perubahan iklim. Hal ini akan mempercepat penguapan air sehingga berpengaruh pada curah hujan dan distribusinya. Akibat selanjutnya adalah terjadinya banjir dan erosi di daerah-daerah tertentu. Seperti kasus yang terjadi di Pontianak ( Kalimantan Barat ) dan Nias ( Sumatra Utara ) yang menelan korban materi dan nyawa yang sangat besar. Musim kering yang berkepanjangan juga akan melanda daerah-daerah yang areal hutannya digunduli, bahkan dibakar. Sebagai contoh adalah kebakaran hutan Kalimantan Barat. Resiko yang timbul kemudian adalah banyaknya lahan yang dibiarkan kosong.

· Masalah degradasi tanah 
Penebangan hutan secara tak terkendali pasti juga menyebabkan degradasi tanah dan berkurangnya kesuburan tanah. Data dari Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa lahan produktif yang telah diolah di Indonesia sebanyak 17.665.000 hektar. Sebesar 70 % dari lahan itu adalah lahan kering. Sisanya adalah lahan basah. Akibat penebangan liar yang terjadi banyak lahan kering yang tidak digarap. Akibatnya erosi menjadi mudah terjadi dan tanah berkurang kesuburannya.

· Masalah kepunahan keranekaragaman 
Masalah ini cukup mendapat perhatian penting saat ini. Berdasar penelitian para ahli, dikatakan bahwa jumlah spesies binatang atau spesies burung semakin berkurang, khususnya di Kalimantan Barat. Akibat penebangan hutan yang dilakukan terus menerus, banyak hewan yang menyingkir dan mencari habitat yang baru. Misalnya, harimau Kalimantan semakin terjepit karena tempat tinggalnya semakin sempit dan terus di babat. Bukan tidak mungkin bahwa tahun-tahun mendatang spesies harimau akan punah. Para ahli memperkirakan bahwa pada tahun 2015 dengan penggundulan hutan tropis di Kalimantan akan menyebabkan punahnya 4-8% spesies dan 17,35 % pada tahun 2040.

Kaitan antara Illegal Logging dengan Etika Lingkungan
Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal yang baru. Jika dikaitkan dengan praktik bisnis, maka bisnis yang etis adalah bisnis yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan, bukan sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan.

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menata kelestarian lingkungan, dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan. Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini, berakar dari kesalahan perilaku manusia yang berasal dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Masalah lingkungan semakin terasa jauh terpinggirkan, bahkan sering hanya merupakan embel-embel atau tempelan belaka dalam program pembangunan, kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai bencana akibat pengelolaan lingkungan yang tidak benar telah berulang kali terjadi, dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. 

Menciptakan kesadaran masyarakat yang berwawasan lingkungan merupakan fondasi untuk menjaga agar lingkungan terhindar dari berbagai macam pengrusakan dan pencemaran. Karena pada dasarnya kerusakan lingkungan dikarenakan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri.

Etika lingkungan, dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia serta mahluk hidup lainnya. 

Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak etika lingkungan hidup adalah pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan manusia dengan tempat tinggalnya serta dengan semua mahluk non manusia. Dengan etika lingkungan hidup, manusia dipaksa untuk me-review segala aktivitasnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup, mana yang benar, mana yang salah.

Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian kepada kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tradisional. Pandangan ini menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia, bukan karena bernilai pada dirinya sendiri. Kepedulian lingkungan yang dalam, mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang.

Dalam hal ini kita tentu tidak tinggal diam saja, sebagai penonton dalam hal kerusakan yang terjadi di bumi ini maka dari itu untuk menanggulangi terjadinya pemanasan global yang mana banyak dampak yang terjadi jika kita hanya tinggal diam, sebagai orang yang bijak khususnya mahasiswa kita harus kritis tentang masalah yang terjadi ini maka perlu dibangun kesadaran yang tinggi tentang lingkungan dengan di kenalkan kepada publik tentang etika lingkungan. Maka dari itu kita harus mengetahui pengertian illegal logging, dampak yang dihasilkan, dan solusi apa yang harus dilakukan.

Selengkapnya